in jogja

in jogja
taman sari

Cari Blog Ini

Laman

Selasa, 18 Mei 2010

TINJAUAN TENTANG PROSEDUR PEMECAHAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERUMAHAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penulisan

Paradigma baru pembangunan adalah pemberdayaan masyarakat sebagai strategi dasar yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan dan pemerintah sebagai fasilisator. Paradigma baru ini ditandai dengan dilaksanakannya prinsip-prinsip: adil dan merata, pertisipatif, demokratis, tertib hukum, saling menghargai yang menciptakan rasa aman dan sejahtera. Kesejahteraan bangsa dalam perspektif pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat adalah pembangunan masyarakat yang maju, mandiri, adil, berkelanjutan, beriman dan bertaqwa, yang menciptakan kesempatan kerja dan berusaha memberikan nilai tambah, pendapatan, investasi, dan kesejahteraan sosial yang diciptakan oleh rakyat, masyarakat dan bangsa Indonesia.

Dalam bidang pertanahan secara lebih spesifik pemberdayaan masyarakat mengandung prinsip-prinsip: adil dan merata, demokratis, tertib hukum di bidang pertanahan dengan menerapkan sikap aspiratif, responsif, dan partisipasif. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang pertanahan berarti memberikan prioritas, upaya penguatan, dan perlindungan melalui penguatan hak atas tanah masyarakat. Tanah sebagai sumber daya mutlak, hendaknya di pandang sebagai sumber daya kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tanah merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia. Tanah juga sebagai instrumen kehidupan dan penghidupan, baik sebagai tempat tinggal maupun sebagai faktor produksi. Sebagai faktor produksi nilai ekonomis tanah dalam dimensi yang begitu luas dan mencakup hampir seluruh kehidupan manusia menuntut dalam penguasaan, pemanfaatan dan penggunaannya. Sehubungan dengan meningkatnya pembangunan di segala bidang, maka kebutuhan akan tanahpun semakin meningkat pula, sedangkan tanah yang ada terbatas dan relatif tidak bertambah. Hal ini mendorong kompetisi pemakaian ruang yang ada sehingga akan timbul permasalahan.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang, pengertian ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai suatu kesatuan wilayah.

Pengertian ruang adalah tempat manusia dan mahkluk hidup lainnya melakukan kegiatan serta memelihara kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

Dengan demikian ruang adalah mempunyai tiga dimensi, yaitu ruang daratan, ruang udara, dan ruang lautan, sedangkan tanah merupakan salah satu subsistem dari ruang.

Pengertian tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia 1994 hal 132 adalah:

1. Permukaan bumi dan lapisan bumi yang diatas sekali.

2. Keadaan bumi di suatu tempat.

3. Permukaan bumi yang di beri batas.

4. Bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai bahan tambang (pasir, cadas, napal dan sebagainya)

Sedangkan pengertian tanah dalam hukum tanah nasional dibatasi secara resmi oleh UUPA. Tanah dalam pengertian ini adalah permukaan bumi yang dapat dikuasai melalui suatu hak (pasal 4), sedangkan pengertian hak atas tanah itu sendiri adalah hak atas tanah sebagian permukaan tertentu permukaan bumi yang berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar (pasal 4 ayat 1). Hak atas tanah ini diberikan kepada dan dipunyai oleh orang dengan hak-hak yang disediakan oleh UUPA (pasal 4 ayat 2). Tanah ini dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk memenuhi segala aktifitas manusia.

Pemegang hak atas tanah diberikan kewenangan yang tercermin dalam isi dan sifat hak atas tanah yang bersangkutan. Misalnya, Hak Milik adalah hak yang terkuat dan terpenuh yang memberi kewenangan kepada pemegang hak secara turun-temurun mempergunakan tanahnya untuk berbagai macam keperluan dengan jangka waktu yang tidak terbatas. Hak Guna Usaha adalah hak yang memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk mempergunakan tanah Negara untuk keperluan pertanian, perikanan, dan peternakan dengan jangka waktu tertentu. Hak Guna Bangunan adalah hak yang memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk mendirikan bangunan diatas tanah Negara atau milik orang lain selama jangka waktu tertentu. Hak Pakai adalah hak yang memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah Negara atau milik orang lain. Dan Hak Pengelolaan adalah hak yang memberi kewenangan yang lebih luas kepada pemegang hak untuk mempergunakan sendiri tanah Negara yang dikuasainya atau memberikan kepada pihak lain atas dasar perjanjian antara pemegang hak pengeloloaan dan pihak ketiga.

Kewenangan lain yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah adalah yang bersangkutan dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada pihak lain, membebani hak tanahnya dengan Hak Tanggungan, menjual tanahnya, mewariskan tanahnya ataupun mewakafkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Di dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa “Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dapat dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Dalam hal ini kebijakan umum pengelolaan pertanahan bersumber pada pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang memberi wewenang penguasaan kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat, atas bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

Dalam hal ini saya tertarik mengangkat topik prosedur pemecahan hak atas tanah adalah:

- Karena seseorang memiliki hak atas tanah tidak hanya melalui satu prosedur melainkan tergantung pada status tanah tersebut. Dan disini saya mengambil prosedur pemecahan hak atas tanah untuk perumahan pada CV ARYA KUSUMA ABADI dengan status tanah .

- Saya mengambil pemecahan hak atas tanah untuk perumahan karena pada dasarnya masyarakat itu butuh tempat tinggal maka perumahan adalah alternatif untuk sebagai tempat tinggal yang layak huni. Salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah peru mahan. Pemenuhan kebutuhan perumahan akan memberikan pengaruh terhadap produktivitas kerja serta dengan demikian akan, mempunyai pengaruh pula terhadap peningkatan kegiatan ekonomi pada umumnya.

- Saya mengambil prosedur pemecahan hak atas tanah pada CV ARYA KUSUMA ABADI karena cv itu bergerak dibidang pemecahan hak atas tanah atau lebih condong pada pengaplingan tanah.

Berdasarkan ketentuan tersebut, bagaimana cara manusia memperoleh tanah?

Berikut ini akan disebutkan Sistem Perolehan Tanah, yaitu :

1. Disediakan berbagai cara memperoleh tanah yang diperlukan, yang ketentuan-ketentuannya disusun dalam suatu sistem, yang didasarkan atas kenyataan, status tanah yang tersedia.

a. Tanahnya Tanah Negara, atau Tanahnya Tanah Hak,

Jika benar tanahnya tanah hak, maka apakah pemegang haknya bersedia untuk menyerahkan/memindahkan hak atas tanah tersebut. Dan jika bersedia maka, apakah pihak tersebut memenuhi syarat menjadi pemegang hak atas tanah atau tidak memenuhi syarat.

2. Berdasarkan kriteria tersebut disusun Sistem Perolehan Tanah, baik untuk keperluan pribadi, usaha maupun untuk kepentingan umum, sebagai berikut :

a. Jika tanah yang tersedia adalah Tanah Negara maka, harus ditempuh permohonan hak baru.

‘ Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia 1999, hal 339

b. Dan jika, yang tersedia adalah Tanah Hak maka, harus ada persetujuan bersama serta kata sepakat mengenai penyerahan tanah yang bersangkutan berikut imbalannnya.

· Ditempuh melalui pemindahan hak, jika pihak yang memerlukan memenuhi syarat sebagai pemegang hak.

· Ditempuh acara pelepasan hak, yang diikuti pemberian hak baru yang sesuai, jika pihak yang memerlukan tidak memenuhi syarat yang diatur dalam Keppres No. 55/1993 dan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 1/1994.

Dalam pasal 26 ayat 1 UUPA menyebutkan bahwa salah satu kejadian pemindahan hak adalah melalui jual beli. Jual beli tanah hak merupakan salah satu cara memperoleh tanah melalui pemindahan hak memiliki ketentuan tertentu, yaitu :

a. Tanahnya merupakan tanah hak.

b. Pemegang Haknya (penjual) bersedia untuk memindahkan hak atas tanahnya.

c. Pihak yang memerlukan tanah tersebut memenuhi syarat untuk menjadi pemegang hak baru atas suatu bidang tanah yang bersangkutan.

d. Adanya persetujuan bersama antara pemegang hak dan penerima hak baru mengenai tanah yang bersangkutan, dengan jumlah imbalan atau harga yang telah disepakati.

Kasus jual beli tanah banyak terjadi di masyarakat. Masyarakat awam diharapkan mengerti dan mengetahui prosedur jual beli tanah secara benar, agar tidak terjadi kesulitan dan hambatan mengenai jual beli tanah. Kasus jual beli tanah ini harus diperhatikan, karena pada dasarnya Negara kita adalah Negara Hukum yang menyatakan segala sesuatu yang mengatur hubungan yang terjadi antara manusia memiliki aturan-aturan tertentu secara tertulis, agar dapat menghindari ketimpangan salah satu pihak, perselisihan, penipuan dan kejadian-kejadian yang mengakibatkan salah satu pihak merasa dirugikan.

Sehubungan dengan hal yang telah diuraikan, judul yang saya ambil dalam penulisan ini adalah “TINJAUAN TENTANG PROSEDUR PEMECAHAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERUMAHAN”

1.2 Ruang Lingkup dan Rumusan Masalah

Di dalam ketentuan UUPA, disebutkan bahwa jual beli tanah syarat utamanya adalah tanah yang sudah mempunyai sertifikat hak atas tanah.

Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan permasalahn sebagai berikut :

1. Bagaimana proses peralihan Hak Milik melalui jual beli tanah hak milik di Notaris atau PPAT sampai pendaftarannya di Kantor Pertanahan.

2. Bagaimana langkah-langkah yang dilakukan pemohon untuk meminta Kantor Pertanahan melakukan peninjauan tekhnis terhadap peralihan hak melalui jual beli.

3. Bagaimana prosedur pemecahan hak atas tanah untuk perumahan.

1.3 Tinjauan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan

a. Untuk mengetahui prosedur pemecahan hak milik melalui jual beli tanah sampai dikeluarkan sertifikat baru.

b. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan pemohon untuk meminta Kantor Pertanahan melakukan peninjauan tekhnis terhadap peralihan hak melalui jual beli dalam hal permasalahan pemecahan.

2. Manfaat

a. Sebagai pembelajaran bagi masyarakat umum dan mahasiswa yang mengambil jurusan DIII Pertanahan

b. Sebagai penambah ilmu pengetahuan tentang jual beli tanah

c. Sebagai penambah ilmu pengetahuan tentang penataan pertanahan

1.4 Dasar-dasar teori penulisan

1.4.1 Tanah

A. Pengertian Tanah dan Hak Yang Menguasainya

Sebagai pengertia geologis-agronomis, tanah ialah lapisan lepas permukaan bumi yang paling atas. Yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan disebut tanah garapan, tanah pekarangan, tanah pertanian, tanah perkebunan. Sedangkan yang untuk mendirikan bangunan disebut tanah bangunan. Di dalam tanah garapan itu dari atas ke bawah berturut-turut terdapat sisiran garapan sedalam irisan bajak, lapisan pembentuk humus dan lapisan dalam.

Selaku fenomena yuridis hukum positif kita, tanah itu di kualifikasikan sebagai “ permukaan bumi ”, sedangkan di dalam pengertian “ bumi ” itu termasuk pula “ tanah dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air ” (UUPA pasal 4 ayat 1). Pembahasan pengertian “ tanah ” dengan “ permukaan bumi ” itu kita jumpai pula di dalam penjelasan pasal demi pasal atas pasal 1 (satu). Sehubungan dengan itu, Penjelasan Umum Bagian II/(1) menegaskan : “ Dalam pada itu hanya pada permukaan bumi yang di sebut tanah, yang dapat di Haki oleh seseorang ”

Kebijakan umum pengelolaan pertanahan bersumber pada pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang memberi wewenang kekuasaan kepada Negara sebagai organisasi seluruh rakyat, atas bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan ketentuan tersebut, dalam pasal 2 ayat 2 UUPA ditetapkan bahwa Hak Penguasaan tersebut memberi wewenang kepada Negara untuk :

1. Mengatur dan menyelengarakan, peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.

2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi air dan ruang angkasa.

3. Sebagai langkah mengetahui fungsi tanah bagi manusia.

4. Bagaimana prosedur peralihan hak atas tanah itu sendiri.

5. Dan proses administrasi pada kantor pertanahan.

Sebagai pengertian hukum, maka hak menguasai itu pada umumnya dapat melekat pada dua jenis subjek hukum, ialah masyarakat atau penguasa dan perorangan. Dalam hal ini penguasa dapat bertindak selaku penguasa, dapat bertindak pula sebagai subjek hukum, sehingga di tundukkan pada hukum umum yang berlaku sebagi subjek hukum biasa atau badab hukum privat. Dilihat dari sudut intensitasnya, maka hak menguasai itu dapat bergerak dari kadar yang paling lemah sampai kepada bobot yang paling kuat, misalnya dari hak pakai, menanam, memetik dan kemudian menikmati hasilnya, hak milik sampai hak mengasingkannya dalam segala bentuk hak memelihara/mengurus/mengelola.

B. Pengertian Rumah dan hak penggunaannya sebagai perumahan.

Rumah

“Rumah atau papan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang tingkat kepentingannya hanya di bawah sandang dan pangan. Rumah dapat diartikan sebagai ruang dimana manusia hidup dan melakukan aktifitas kehidupan dan bebas dari gangguan fisik maupun psikis” (Herlianto, 1986, p. 5). Selain berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan manusia untuk berlindung dari gangguan iklim dan mahkluk hidup lainnya, rumah juga merupakan tempat awal pengembangan kehidupan dan penghidupan keluarga dalam lingkungan yang aman, sehat, serasi dan teratur ( Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992, Tentang Pemukiman dan Perumahan). Alasan lain orang untuk membeli rumah adalah untuk investasi jangka panjang sehingga terkandung unsur spekulasi di dalamnya.

Perumahan berdasarkan petunjuk perencanaan kawasan perumahan kota (Departemen Pekerjaan Umum, 1987) yaitu : Kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana, prasarana serta fasilitas umum yang diperlukan dalam suatu perumahan :

a. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan pemukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

b. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

c. Fasilitas umum adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan, contoh fasilitas umum meliputi antara lain jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan gas, jaringan transportasi, dan pemadam kebakaran.

Setiap orang atau badan yang membangun rumah atau perumahan wajib : (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992, Penataan Ruang).

a. Mengikuti persyaratan tekhnis, ekologis dan administratif.

b. Melakukan pemantauan lingkungan yang terkena dampak berdasarkan rencana pemantauan lingkungan.

c. Melakukan pengelolaan lingkungan berdasarkan rencana pengelolaan lingkungan.

Dalam membangun lingkungan siap bangun selain memenuhi ketentuan pada pasal 7, badan usaha di bidang pembangunan perumahan wajib : (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992, Penataan Ruang).

a. Melakukan pematangan tanah, penataan penggunaan tanah, penataan penguasaan tanah, dan penataan pemilikan tanah dalam rangka penyediaan kavling tanah matang.

b. Membangun jaringan prasarana lingkungan mendahului kegiatan membangun rumah, memelihara dan mengelolanya sampai dengan pengesahan dan penyerahannya kepada pemerintah daerah.

c. Mengkoordinasikan penyelenggaraan persediaan fasilitas umum.

d. Membantu masyarakat pemilik tanah yang tidak berkeinginan melepaskan hak atas tanah di dalam atau di sekitarnya dalam melakukan konsolidasi tanah.

e. Melakukan penghijauan lingkungan.

f. Menyediakan tanah untuk sarana lingkungan.

g. Membangun rumah.

Selain itu ada beberapa persyaratan yang berkaitan dengan tujuan pembangunan perumahan, yaitu agar setiap orang menempati perumahan yang sehat untuk mendukung kelangsungan dan peningkatan kesejahteraan sosialnya. Sesuai dengan petunjuk perencanaan kawasan perumahan kota (Departemen Pekerjaan Umum, 1987), Kawasan perumahan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Kompabilitas, yaitu keserasian antar kawasan yang menjadi lingkungan perumahan.

2. Aksesibilitas, yaitu kemungkinan pencapaian dari kawasan tertentu ke kawasan lainnya. (biasanya berupa transportasi dan jalan).

3. Fleksibilitas, yaitu kemungkinan pertumbuhan fisik atau pemekaran kawasan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan sarana dan prasarana.

4. Ekologi, yitu keserasian dan keterpaduan antara susunan alam yang ada di sekitarnya.

Konsumen membeli rumah untuk memuaskan berbagai keinginan dan kebutuhan. Rumah mewah itu sendiri tidaklah sepenting kebutuhan dan keinginan manusia yang dipenuhinya, misalnya seseorang membeli rumah mewah bukan karena dia membutuhkan rumah mewah itu, melainkan dia ingin mencari status dan prestise (kebanggaan) yang hanya dapat dipuaskan dengan membeli rumah mewah tersebut. Jadi yang di beli konsumen bukanlah rumah mewahnya sendiri, tetapi kegunaan yang dapat di berikan rumah mewah tersebut, atau dengan kata lain kemampuan rumah mewah tersebut untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya.

C. Tanah-Tanah yang dikelola Oleh Badan Pertanahan

Tanah-Tanah yang dikelola Oleh Badan Pertanahan, apabila tanah-tanah tersebut dilihat dari salah satu aspek sebagai berikut:

1. Sifat dan Jenis Tanah.

perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan jasi sari aspek perombakan sasaran struktur pertanahan.

2. Perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan jadi dari aspek perombakan sasaran struktur pertanahan.

3. Status hukum tanah

4. Kepastianhak atas tanah

Terhadap keempat aspek yang dimaksud, dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Apabila tanah itu dilihat dari aspek sifat dan jenis tanah, maka berarti kita sudah berkaitan/ mengenal Fungsi Tata Guna Tanah atau disebut Pengaturan Penggunaan Tanah.

b. Apabila tanah itu dilihat dari aspek Perombakan Mengenai Pemilikan dan Penguasaan, maka berarti kita sudah masuk pada Pengaturan penguasaan dan Pemilikan Tanah.

c. Apabila tanah itu dilihat dari aspek Status Hukum Atas Tanah, maka berarti kita sudah berkaitan dengan Fungsi Pengurusan Hak Atas Tanah.

d. Apabila tanah itu dilihat dari aspek Kepastian Hak Atas Tanah, maka berarti kita sudah berkaitan dengan/mengenai Fungsi Pendaftaran Tanah, atau dalam kapres R.I. Nomor 26/1988 tertanggal 19 Juli 1988 disebut Pengukuran dan Pendaftaran Tanah.

Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia) Jilid I

1.4.2 Hak Milik

A. Pengertian Hak Milik

Landasan idiil dari pada hak milik (baik atas tanah maupun atas barang-barang dan hak-hak lain) adalah Pancasila dan UUD 1945. Jadi secara yuridis formil, hak perseorangan ada dan diakui oleh Negara. Hal ini dibuktikan antara lain dengan adanya Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA).

Sebelum adanya UUPA hak milik dalam pengertian hukum barat bersifat mutlak, hal ini sesuai dengan paham yang mereka anut yaitu, individualisme, dimana kepentingan individu menonjol sekali, dimana individu diberi kekuasaan bebas dan penuh terhadap miliknya. Hak Milik tadi tidak dapat diganggu gugat. Akibat adanya ketentuan demikian, maka Pemerintah tidak dapat bertindak terhadap milik seseorang, meskipun hak itu perlu untuk kepentingan umum.

Hak milik atas tanah dalam pengertian sekarang, sebagaimana tercantum dalam pasal 20 ayat 1 UUPA, adalah sebagai berikut: “Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasa 6”.

Menurut pasal 6 dari UUPA semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Terkuat dan terpenuh disini tidak berarti hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat. Ini dimaksudkan untuk membedakan dengan hak-hak atas tanah lainya yang dimiliki oleh individu. Dengan kata lain, hak milik merupakan hak yang paling kuat dan paling penuh diantara semua hak-hak atas tanah lainnya. Sehingga Si Pemilik mempunyai hak untuk menuntut kembali ditangan siapapun benda itu berada.

B. Terjadinya Hak Milik dan Ciri-Ciri Hak Milik

Menurut pasal 22UUPA, maka hak milik dapat terjadi karena:

a. Menurut hukum adat

b. Karena Penetapan Pemerintah

c. Karena Undang-Undang

Dengan terjadinya hak milik itumaka timbulah hubungan-hubungan hukum antara subyek dengan bidang tanah tertentu. Tanah dimana berstatus Tanah Negara atau tanah hak lain (tanah hak guna bangunan, tanah guna usaha atau tanah hak pakai). Dengan terjadinya hak milik itu tanah yang bersangkutan berstatus tanah hak milik. Cara memperoleh tanah hak milik demikian itu disebut origanir. Hak milik juga dapat diperoleh dengan cara derivatin.

Menurut cara derivatin ini suatu subyek lain yang semua sudah berstatus tanah hak milik, misalnya karena jual beli, tukar-menukar, hibah, pemberian dengan wasiat atau warisan. Dengan terjadinya peristiea-peristiwa hukum itu maka hak milik yang sudah ada beralih dari subyek yang satu ke subyek yang lain.

Hak milik mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu sebagai berikut:

a. Merupakan hak atas tanah yang kuat. Bahkan menurut pasal 20 UUPA adalah yang terkuat, artinya mudah hapus dan mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain.

b. Dapat menjadi hak induk, tetapi tidak dapat berinduk pada hak-hak atas tanah yang lainnya. Ini berarti bahwa hak milik dapat dibebeni dengan hak-hak atas tanah lainnya, seperti hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang.

c. Dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hipotik.

d. Merupakan hak turn temurun dan dapat beralih, artinya dapat dialihkan kepada ahli waris yang berhak.

e. Dapat dilepas oleh yang punya, sehingga tanahnya menjadi milik Negara.

f. Dapat dialihkan yaitu dijual, ditukar dengan benda lain, dihibahkan, dan diberikan dengan wasiat.

g. Dapat diwakafkan.

h. Si Pemilik mempunyai hak untuk menuntut kembali di tangan siapapun benda itu berada.

C. Yang Dapat Mempunyai Hak Milik

Yang dapat mempunyai hak milik menurut pasal 20 UUPA, yaitu:

a. Warga Negara Indonesia

b. Badan-badan hukum tertentu.

c. Badan-badan hukum yang bergerak dalam lapangan sosial dan keagamaan sepanjang tanahnya dipergunakan untuk itu.

D. Hapusnya hak milik menurut pasal 27 UUPA

Hak milik hapus karena:

a. Tanahnya jatuh kepada negara, karena:

- Penjabutan hak.

- Penyerahan sukarela oleh pemiliknya

- Diterlantarkan

- Berdasarkan ketentuan pasal 21 ayat 3 UUPA.

b. Tanahnya musnah

1.4.3. Pembahasan Konsep dan Pengertian Ruang

Pasal 2 undang-Undang Pokok Agraria memuat wewenang untuk:

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

Konsep tata ruang (dalam tiga dimensi) terkait dengan mekanisme perencanaan, yang diatur dalam pasal 14 UUPA sebagai berikut:

a. Pemerintah dalam rangka membuat suatu rencana umum peruntukan, persediaan, dan penggunaan bumi, air serta kekayaan yang terkandung didalamnya.

b. Pemerintah daerah mengatur peruntukan, persediaan, dan penggunaan tanah sesuai dengan kondisi daerah.

Penataan ruang dalam proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan merupakan suatu aktifitas universal manusia, yang merupakan suatu keahlian dasar dalam kehidupan yang berkaitan dengan pertimbangan suatu hasil sebelum diadakannya pemilihan diantara alternatif yang ada

A. Asas dan Tujuan Penataan Ruang

Penataan ruang berdasarkan UU No. 24 Tahun 1992:

a. Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdayaguna, dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan.

b. Keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.

Penataan ruang bertujuan untuk

1. Terselenggaranya pemanfaatan ruang yang berwawasan lingkungan serta berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional.

2. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya.

3. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk:

- Mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur dan sejahtera.

- Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumberdaya manusia.

- Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan secara berdaya guna, berhasil guna dan tepat guna untuk meningkatkan sumberdaya manusia.

- Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menangulangi dampak lingkungan.

- Mewujudkan kesinambungan kesejahteraan dan keamanan

1.4.4. Jual Beli

Perkataan jual beli dalam sehari-sehari dapat diartikan suatu perbuatan dimana seseorang melepaskan uang untuk mendapatkan barang yang dikehendaki secara sukarela.

Jadi untuk mengetahui jual beli, kita lihat pasal 1474 KUHPerdata yang menyebutkan; jual beli adalah suatu persetujuan, dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain membayar harga yang telah dijanjikan.

Dari perumusan pasal diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa penjual dan pembeli terdapat hak dan kewajiban masing-masing. Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijual, sedangkan pihak pembeli berkewajiban untuk mebayar barang yang dibeli kepada penjual.

Jual beli yang dianut dalam Hukum Perdata ini bersifat obligator, yang artinya bahwa perjanjian jual beli baru meletakkan hak dan kewajiban timbal balik antra kedua belah pihak, penjual dan pembeli, yaitu meletakkan kepada penjual kewajiban untuk menyerahkan hak milik atas barang yang dijualnya, sekaligus memberikan kepadanya hak untuk menuntut harga yang telah disetujui, dan disebelah lain meletakkan kewajiban kepada si pembeli untuk membayar harga barang sebagai imbalan haknya untuk menuntut penyerahan hak milik atas barang yang dibelinya. Atau dengan kata lain, bahwa jual beli yang dianut dalam hukum perdata, jual beli belum memindahkan hak milik. Adapun hak milik baru dipindahkan dengan dilakukan penyerahan. Sedangkan di dalam hukum adat, jual beli terjadi sejak diikuti pencicilannya (yurispudensi Mahkamah Agung tanggal 3 Juni 1970 No. 457 K/Sip/1967).

Tentang persetujuan jual beli pasal 1458 KUHPerdata, menyebutkan; jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya para pihak ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya. Meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar.

Lainhalnya jual beli terhadap tanah, ini diatur dalam UUPA (UU No. 50 Tahun 1960) yang selanjutnya diatur dalam PP No. 10 Tahun 1961, yang merupakan peraturan pelaksana dari UU No.50 Tahun 1960. Di dalam pasal 19 menentukan bahwa, jual beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Jadi jual beli hak tanah harus dilakukan dihadapan PPAT. Hal demikian sebagai bukti bahwa telah terjadi jual beli sesuatu hak atas tanah, dan selanjutnya PPAT membuat akta jual beli.

Jual beli hak tanah merupakan hal yang biasa dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi jual beli atas tanah yang dilakukan oleh yang tidak berhak dan mengakibatkan batal demi hukum. Dan tentu saja yang berhak menjual tanah adalah pemegang yang sah atas tanah tersebut.

Didalam pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 yang mengatur mengenai hak-hak atas tanah yang harus didaftar meliputi:

1. Hak Milik,

2. Hak Guna Usaha,

3. Hak Guna Bangunan,

4. Hak Pakai Atas Tanah Negara,

5. Hak Pengelolaan dan Hak Gadai

Hak Pengelolaan tidak dapat dijual, sedangkan mengenai Hak Gadai sampai saat ini di dalam prakteknya belum terdaftar, maka jual beli yang objeknya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Atas Tanah Negara, yang harus dilakukan dihadapan PPAT seperti yang dikehendaki oleh Undang-Undang karene jelas didalam pasal 19 PP No. 10/1961 dijelaskan bahwa setiap perjaanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, harus dibuktikan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Jadi jual beli tanah harus dilakukan dihadapan PPAT, sebagai bukti bahwa telah terjadi jual beli hak atas tanah.

1.4. Metode Penelitian

1.5.1. Jenis Penelitian

Tipe penelitian adalah tipe deskriptif, dimana bertujuan memperoleh gambaran penjelasan tentang hubungan suatu gejala dengan gejala yang lain. Yaitu hubungan antara penjual dan pembeli, pihak yang menjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijual dan pihak pembeli berkewajiban untuk membayar harga barang yang dibeli kepada penjual dengan dibuat aktanya oleh PPAT. Peralihan hak milik atas tanah juga bisa dimintakan pertimbangan penataan tanahnya di Kantor Pertanahan setempat.

1.5.2. Sumber Data

1. Data Primer, yaitu sumber data yang secara langsung diperoleh dari pengembang perumahan GRIYA ELANG INDAH yaitu CV ARYA KUSUMA ABADI yang bertempat di JL. Kanfer Utara I No. 186 Rt. 06/VI Pedalangan Banyumanik Semarang, serta notaris/PPAT di kota semarang yaitu notaris ROSITA WIBISONO SH. Dan juga Kantor Pertanahan Kota Semarang tentunya dengan melalui wawancara.

2. Data sekunder, yaitu sumber data yang diperoleh secara tidak langsung melalui salah satu Notaris/PPAT di Kota Semarang dan Dengan Kepala Seksi Hak tanah dan Pendaftaran Tanah di Kantor Pertanahan Kota Semarang dan juga buku-buku pendukung, dokumen, dan referensi lain yang mendukung.

1.5.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data, teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam laporan ini adalah dengan cara:

1. Dokumentasi/Kepustakaan, yaitu penelitian dengan mencari data melalui sumber pustaka seperti buku, dokumen, dan referensi yang mendukung.

2. Wawancara, yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab/wawancara secara langsung, terstruktur dan terbuka kepada instansi pemerintah dan orang-orang yang berkaitan dengan penelitian. Data primer juga diperoleh dari dokumentasi.

1.4.1. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengolahan data secara kualitatif, yang pada dasarnya menggunakan pemikiran secara dedukatif, yaitu berfikir dari hal-hal yang bersifat umum untuk diambul kesimpulan-kesimpulan secara khusus.

Data yang diperoleh semuanya (yang sudah dipecah maupun yang belum dipecah) berstatus Hak Milik.

1.5.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan disajikan untuk memberikan gambaran umum mengenai isi laporan. Sistematika penulisan yang digunakan penulis dalam laporan ini adalah sebagai berikut:

- Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belekang permasalahan, ruang lingkup permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, dasar teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

- Bab II: Gambaran Umum

Bab ini berisikan tentang gambaran umum. Latar Belakang Perusahaan, Sejarah Perusahaan, Dasar dan Landasan Hukum, Visi dan Misi.

- Bab III: Tinjauan Tentang prosedur Pemecahan Hak Atas Tanah Untuk Perumahan.

- Bab IV: Penutup

Pada bab ini diuraikan kesimpulan dari hasil penelitian, berikut saran sehubungan dengan hasil temuan dalam penelitian ini.

Lampiran

BAB II

GAMBARAN UMUM

CV ARYA KUSUMA ABADI

2.1. Latar Belakang Perusahaan

CV ARYA KUSUMA ABADI merupakan usaha bersama milik keluarga dengan berlandaskan pada pasal 2 ayat (1) UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketantuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 16 Tahun 2000 dan Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-161/PJ./2001.

Perkembangan penduduk yang cukup tinggi dapat menimbulkan beraneka ragam masalah, apakah itu bidang sosial, politik, ekonomi, keamanan dan lain-lain. Salah satu diantaranya adalah masalah pengadaan rumah sehat yang layak huni. Sebagai tujuan dasar dari proyek rumah sehat tidak lain ialah ikut serta memenuhi kebutuhan masyarakat akan rumah tinggal yang baik, layak huni (manusiawi) serta memenuhi persyaratan standar. Papan merupakan salah satu kebutuhan primer bagi masyarakat, disamping sandang dan pangan, rumah selain sebagai tempat tinggal dan berlindung, juga memiliki fungsi yang sangat strategis sebagai pusat pendidikan kluarga dan peningkatan kwalitas generasi mendatang, oleh karenanya memiliki rumah merupakan keinginan dan kebutuhan pokok bagi setiap kluarga. Walaupun saat sekarang banyak sekali pengusaha yang tertarik untuk berusaha dalam bidang perumahan sebagai pengusaha yang bergerak di bidang perumahan CV ARYA KUSUMA ABADI sangat sadar akan potensi pembeli yang sangat besar, dalam bidang ini kami menyediakan perumahan yang memadahi, nyaman dan reprensetatif, khususnya bagi pegawai milik pemerintah maupun swasta.

Dengan memilih tempat atau lokasi yang stategis untuk perumahan oleh karena berada di dalam kota dan ditengah perkembangan penduduk yang didukung oleh sarana dan prasarana umum dan kami memberi contoh tempat/lokasi tersebut didaerah Klipang yang cukup memadai seperti:

a. Dekat dengan sarana pendidikan dari TK sampai dengan Perguruan Tinggi.

b. Dekat dengan sarana kesehatan seperti Rumah Sakit, apotik Praktek Dokter.

c. Dekat dengan perkantoran dan tempat pembelajaran/pasar.

d. Dekat dengan tempat rekreasi dan olahraga.

e. Berada dijalur transportasi utama dan angkutan kota.

f. Terletak dikawasan yang nyaman dan sejuk.

g. Bebas polusi

Dari sedikit gambaran diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa kebutuhan akan perumahan dan permukiman merupakan masalah yang bersifat nasional dan mendesak adanya, dimana semua pihak baik pemerintah, swasta maupun masyarakat secara umum berkewajiban untuk memenuhinya.

2.2. Sejarah Perusahaan

CV. ARYA KUSUMA ABADI adalah perusahaan yang bergerak dibidang Properti dan Perdagangan Umum, berkedudukan di JL. Kanfer Utara I No. 186 Rt. 06/VI Pedalangan Banyumanik, Semarang.

Didirikan berdasarkan akte Pendirian No.9 tanggal 11 januari 2002 dengan bentuk badan hukum komenditer yang dibuat dihadapan Rosita Wibisono SH, Notaris di Semarang dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia tertanggal 11 januari 2002 nomor 42/2005/III. CV. ARYA KUSUMA ABADI didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan berapa tahun lamanya (sebagaimana yang tertuang dalam akte pendirian).

2.3. Dasar dan Landasan Hukum

- Undang-undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan

- Undang-undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 596/MPP/Kep/2004 tentang Standar Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan

- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 597/MPP/Kep/2004 tentang Pedoman Biaya Administrasi Wajib Daftar Perusahaan Dan Informasi Tanda Daftar Perusahaan

2.4. Visi dan Misi

CV. ARYA KUSUMA ABADI dalam menjalankan kinerja dan wewenangnya mempunyai visi dan misi yaitu:

2.4.1. Visi

Merupakan suatu wujud nyata upaya pengusaha untuk membantu pemerintah dalam rangka menyediakan sarana dan prasarana umum terutama menyediakan tempat tingal yang layak serta ikut berperan aktif dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan peningkatan sektor riil (membantu pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran di Indonesia).

2.4.2. Misi

Misi dari CV. ARYA KUSUMA ABADI adalah:

1. Masyarakat Umum

- Menyediakan perumahan sesuai dengan segmen masyarakat yang ada.

- Menyediakan kemudahan kepemilikan dengan menyediakan fasilitas KPR.

- Tertatanya kawasan yang asri nyaman dan aman.

2. Pemerintah

- Membantu progam pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan.

- Penataan lingkungan perumahan dengan memanfaatkan lahan yang kurang produktif, sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku.

- Pengembangan dan penataan wilayah kota khususnya Kecamatan Semarang Selatan

- Menciptakan iklim investasi di daerah Kota Semarang

2.5. Gambaran Umum Wilayah Kota Semarang

2.5.1. Letak Geografis

Sebagai Ibu Kota Propinsi Jawa Tengah, kota Semarang mempunyai ciri-ciri khusus, salah satunya apabila dilihat dari segi topografi yang terdiri dari laut, pantai, daratan rendah dan pemukiman. Daratan rendah Kota Semarang dikenal sebagai kota bawah, yang memiliki kemiringan tanah 0 s/d 2% kemudian kearah selatan memiliki kemiringan 2 s/d 15%, sedangkan dataran tinggi dikenal dengan sebutan kota atlas, yang memeiliki kemiringan berfariasi antara 15 s/d 10%.

Kota Semarang terletak antara 60500-70100 Linatang Selatan dan 1090350-1100 Bujur Timur, membujur di Pantai Utara Jawa dengan batas-batas:

Sebelah Utara : Laut Jawa dengan panjang garis pantai ± 13,6 km2

Sebelah Timur : Kabupaten Demak

Sebelah Selatan : Kabupaten Semarang

Sebelah Barat : Kabupaten Kendal

Sedangkan ketinggian Kota Semarang terletak antara 0,75 s/d 340,00 di atas garis pantai.

2.5.2. Luas Wilayah

Wilayah Kota Semarang semakin lama semakin bertambah luasnya, hal ini disebabkan karena adanya pengendapan di pantai Laut Jawa. Luas Kota Semarang tercatat 373,70 km2, yang terdiri dari 36,13 km2 ( 9,75% ) tanah sawah dan 33,46 km2 ( 90,25% ) tanah bukan sawah. Secara administratif, Kota Semarang terbagi atas 16 wilayah kecamatan. Dari 16 kecamatan yang terdapat diwilayah Kota Semarang, Kecamatan Mijen mempunyai wilayah yang paling luas yaitu ± 57,55 km2, sedangkan wilayah terkecil adalah Semarang Tengah yang luasnya ± 5,14 km2. Dan kepadatan penduduk tertinggi di Kota Semarang adalah Kecamatan Semarang Tengah 14.868 jiwa/km2, sedangkan yang kepadatan penduduknya rendah ialah Kecamatan Mijen 707 jiwa/km2.

Di Kota Semarang ada enam kecamatan yang kepadatan penduduknya di atas 10.000 jiwa/km2, yaitu Kecamatan Semarang Selatan, Candisari, Gayamsari, Semarang Timur, Semarang Utara, dan yang terakhir adalah Semarang Tengah. Sedangkan kepadatan penduduknya kurang dari 5.000 jiwa/km2 ada tujuh, yaitu Kecamatan Ngalian, Tugu, Mijen, Gunungpati, Banyumanik, Tembalang, dan Genuk. Di Kecamatan Wilayah Kota Semarang yang jumlah rumah tangganya lebih dari 20.000 rumah tangga ada tuju yaitu Kecamatan Banyumanik, Tembalang, Pedurungan, Semarang Timur, Semarang Utara, Semarang Barat, dan Ngaliyan sedangkan jumlah rumah tangga yang dibawah 15.000 rumah tangga ada lima yaitu Kecamatan Mijen, Gunungpati, Gajah Mngkur, Genuk, Gayamsari, dan Tugu.

Menurut tabel dibawah, jumlah penduduk yang paling banyak di Wilayah Kota Semarang adalah Kecamatan Semarang Barat ( 150.496 jiwa ), sedangkan yang paling sedikit adalah Kecamatan Tugu ( 24.668 ). Secara detail dapat kita lihat pada tabel dibawah ini.

TABEL 1

KECAMATAN DI WILAYAH KOTA SEMARANG

Kecmatan

Luas Wilayah (km2)

Jumlah Rumah Tangga

Jumlah Penduduk (jiwa)

Kepadatan Penduduk Tiap km2

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Mijen

57,55

10.294

40.685

707

Gunungpati

52,63

13.923

59.042

1.122

Banyumanik

27,73

24.265

111.527

4.022

Gajah Mungkur

10,78

12.603

59.220

5.494

Candisari

6,80

16.412

80.129

11.784

Semarang Selatan

5,92

18.052

84.878

14.338

Tembalang

44,20

27.907

110.848

2.508

Pedurungan

20,72

34.024

145.001

6.998

Genuk

27,39

15.386

67.442

2.462

Gayamsari

5,26

14.306

65.310

12.416

Semarang Timur

7,12

21.169

83.897

11.783

Semarang Utara

10,97

28.039

123.353

11.245

Semarang Tengah

5,14

18.465

76.424

14.868

Tugu

29,38

5.98

24.668

840

Semarang Barat

19,96

32.466

150.469

7.540

Ngaliyan

39,97

21.614

95.343

2.385

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Semarang 2008

BAB III

TINJAUAN TENTANG PROSEDUR PEMECAHAN

HAK ATAS TANAH UNTUK PERUMAHAN

3.1. Dasar Hukum Pemecahan Hak Atas Tanah Untuk Perumahan

Ada beberapa hal yang menjadi dasar hukum atas pemecahan hak atas tanah untuk perumahan, diantaranya adalah Pancasila, Undang – Undang Dasar 1945, Undang – Undang Pokok Agraria, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.

Dengan adanya pemecahan hak atas tanah untuk perumahan, secara pasti menurut hukum akan dapat menghindari konflik-konflik pertanahan yang memungkinkan terjadinya konflik fisik. Oleh karena itu upaya-upaya untuk memberikan jaminan kepastian hukum tentang kepemilikan dan kepenguasaan hak atas tanah perlu dilakukan secara optimal. Upaya tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat.

Kepemilikan dan penguasaan hak atas tanah oleh individu maupun swasta secara legal menjamin kepastian hukum tentang kepemilikan dan penguasaan hak atas tanah. Pentingnya sertifikat kepemilikan hak atas tanah oleh individu maupun swasta dari perspektif keuangan, hal itu dapat dipergunakan sebagai jaminan di Bank untuk memperoleh kredit. Sebab salah satu ketentuan yang dipersyaratkan pihak perbankan bagi masyarakat pencari kredit yaitu harus memberikan jaminan tanah dengan mengunakan sertifikat.

Kepemilikan maupun penguasaan tanah yang dilegalisasi dengan sertifikat maupun bukti-bukti penguasaan tanah secara yuridik, dapat diperggunakan sebagai bukti otentik. Bukti otentik dalam bentuk sertifikat sebagai jaminan kepastian kepemilikan tanah dalam hal pewarisan dengan menggunakan sertifikat sebagai bukti otentik untuk warisan, maka hal itu akan memberikan kepastian hukum dan kepastian kepemilikan sehingga menghindari kemungkinan intervensi dari pihak lain. Manfaat lainnya adalah memberi ketenangan kepada pihak keluarga yang menerima sertifikat tanah sebagai warisan.

Manfaat bukti otentik kepemilikan tanah yaitu untuk menghindari terjadinya suatu sengketa hukum akibat munculnya gugatan dari pihak lain atau juga kemungkinan sengketa yang muncul hanya sebagai upaya menggangu konsentrasi pemilik tanah.

Bukti kepemilikan tanah yang legal dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dapat juga dipergunakan sebagai alat jaminan dalam hal jual-beli maupun pinjam-meminjam uang. Manfaat lain yang diperoleh dari jaminan kepemilikan tanah menghindari pihak intervensi pihak lain secara fisik dengan cara penyerobotan. Apalagi sistem pengolahan tanah pola bagi hasil masih diakui dan terus berjalan, sehingga dikwatirkan pihak pengelola dalam kurung waktu tertentu dapat menuntut hak pengelolaan tadi berubah menjadi hak milik. Lebih jauh dari itu sertifikat pertanahan yang dimiliki oleh individu maupun swasta tidak saja bermanfaat untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan penyerobotan pihak individu (pengelola), tetapi lebih dari itu membatasi pihak pemerintah tidak bertindak sewenang-wenang mengambil tanah rakyat baik secara individu maupun yang dimiliki lembaga-lembaga swasta.

Jual beli adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan diri untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain harus membayar harga yang telah dijanjikan.

Jual beli telah dianggap terjadi manakala telah terjadi kesepakatan tentang harga meskipun barang belum diserahkan.

Perlengkapan administrasi jual beli tanah:

1. Surat pengantar

2. Akta jual beli

3. Blangko permohonan

4. Fotocopy KTP penjual

5. Fotocopy KTP pembeli

6. Fotocopy SPPT Pajak

3.2 Prosedur Pemecahan Hak Atas Tanah

3.2.1 Prosedur jual beli Tanah di Notaris/PPAT

3.2.1.1 Penghadap

a. Yang harus datang menghadap Notaris/PPAT:

1. Pemegang hak

2. Penerima hak

3. Pengurus dan Badan Hukum

4. Wali

5. Pengampu

6. Penerima kuasa

b. Harus sudah dewasa (21 tahun)

c. Dikenal oleh Notaris/PPAT secara pribadi

d. Dalam hal ini penghadap tidak dikenal secara pribadi, maka para penghadap dikenalkan oleh 2 (dua) orang saksi pengenal (yang memenuhi syarat) atau 2 (dua) orang penghadap atau 1 (satu) orang saksi pengenal

e. Yang tidak menjadi penghadap dari notaris/PPAT yang bersangkutan:

1. Notaris/PPAT itu sendiri

2. Suami atau istri

3. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis ke samping sampai derajat kedua baik dengan cara bertindak sendiri maupun melelui surat kuasa dari pihak lain.

3.2.1.2 Kewenangan Penghadap

a. Harta bawaan oleh para penghadap hak

b. Harta bersama suami istri

· Oleh suami dan istri bersama-sama

· Oleh pemegang hak terdaftar dengan persetujuan suami/istri

c. Harta anak dibawah umur atau yang belum menikah.

· Diwakili oleh orang tuanya (yang menjalankan kekuasaan orang tua, ayah atau ibu atau keduanya).

· Orang tua tidak boleh memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap kecuali apabila ada kepentingan dan anak itu menghendaki.

· Apabila tidak dibawah kekuasaan orang tua, maka dibawah perwalian, selanjutnya anak akan diwakili oleh walinya.

· Pemindahan hak oleh orang tua/wali atas harta anak perlu persetujuan/kuasa dari Pengadilan Negri.

d. Pemegang hak kehilangan kewenangan atau tidak mempunyai kewenangan lagi atas obyek:

· Yang bersangkutan tidak cakap lagi sebagai subyek hak dan tanahnya gugur.

· Dalam pemilikan bersama (selain Hak Milik dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun di atas Hak Pakai) baik secara warisan tanpa wasiat, perkawinan dengan harta campur, atau kepemilikan bersama lainnya, salah satu pemegang menjadi WNA atau dalam hal pewarisan, ahli warisnya WNA. Dalam hal warisan tanpa wasiat atau perolehan karena perkawinan, yang bersangkutan masih diberi waktu untuk mengalihkan. Yang bersangkutan tidak dapat mengalihkan atau memberikan Hak Tanggungan karena tanahnya gugur.

e. Apabila nama yang bersangkutan tidak sama dengan nama yang disertifikat, maka kedua nama tersebut bertuliskan dalam komparisi dengan menambahkan kata “disebut juga” diantara kedua nama tersebut.

3.2.1.3 Saksi Pengenal

a. Diperlukan apabila Notaris/PPAT tidak mengenal secara pribadi para penghadap atau salah satu penghadap.

b. Saksi pengenal sedikitnya 2 (dua) orang, yang terdiri dari:

· (dua) orang kawan penghadap, atau

· 1 (satu) orang kawan penghadap dan 1 (satu) saksi pengenal, atau

· Kedua-duanya saksi pengenal

c. Hubungan saksi pengenal dengan Notaris/PPAT yang dikenalkan

· Tidak diatur secara khusus

· Yang diatur dalam ayat (1) PP No. 37 Tahun 1998 dan PMNA/KBPN No. Tahun 1997.

· Notaris/PPAT dilarang membuat akta terhadap penghadap tersebut dibawah: (pasal 23 ayat (1) PP No. 37 Tahun 1998)

o Keluarga sedarah dan semenda dalam garis lurus tanpa batas

o Keluarga sedarah dan semenda ke samping sampai derajat kedua

· Syarat saksi dalam pernyataan pemohon pendaftaran atas tanah yang tidak ada alat buktinya: (pasal 61 ayat (2) dan pasal 76 ayat (3) PMNA/KBPN No.3 Tahun 1997)

o Dapat dipercaya

o Tidak mempunyai hubungan keluarga dengan sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horisontal

d. Penulisan saksi dengan menuliskan nama, umur, kewarganegaraan, pekerjaan dan tempat tinggal. Keterangan mengenai diri pengenal garis dapat dilihat dari penyajiannya. Mengenai persyaratan lain diluar kecakapan tidak dicantumkan (misalnya: tidak hubungan kekeluargaan, tidak perlu dicantumkan).

e. Penyajian saksi pengenal:

Dinyatakan/diterangkan bahwa para penghadap/salah seorang penghadap tidak dikenal oleh Notaris/PPAT. Penulisannya dilakukan pada formulir yang tersedia di belakang komparisi.

f. Keterangan mengenai saksi pengenal dituliskan pada penutup akta sebelum kalimat yang dimulai dengan “Demikianlah...............dst............”.

3.2.1.4 Akta Jual Beli Tanah yang Dibuat Oleh PPAT

a. ada pembayaran yang merupakan harga jual beli dari tanah/Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan.

b. Dengan penerimaan pembayaran harga jual beli tersebut, tanah/Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dibeli diserahkan pembeli seketika itu juga.

c. Tidak ada perjanjian bahwa dengan pembayaran sejumlah uang tertentu oleh penjual kepada pembeli, obyek akan dikembalikan.

d. Uang yang diserahkan kepada penjual bukan pinjaman.

e. Penyerahan sebagian atau seluruh bagian dalam budel waris dari ahli waris satu kepada ahli waris yang lain yang disertai dengan pembayaran yang mengandung unsur jual beli.

f. Penyerahan dari sesama pemegang hak dalam pemilikan bersama dengan pembayaran sebagai pembayaran jual beli.

g. Tambahan uang dalam tukar menukar bukan merupakan jual beli.

3.2.1.5 Isi Akta Jual Beli Tanah

A. Komparasi

Komparasi adalah:

§ Tindakan menghadap hukum

§ Untuk keperluan pendaftaran, maka terpenuhinya kewenangan, kecakapan serta ketentuan yang berkaitan dengan kewenangan dan kecakapan dalam melakukan tindakan hukum, harus diuraikan dalam komparisi.

B. Renvoi Akta

a. Perubahan dan tambahan (renvoi).

b. Perubahan dilakukan dengan melakukan pencoretan dan mengganti dengan yang baru (penggantian).

c. Pencoretan akta PPAT dapat terjadi terhadap:

o Blangko yang merupakan pilihan.

o Kata-kata yang salah dan harus diganti

o Kata-kata yang sudah benar tetapi dicoret karena salah mencoret

Pelaksana pencoretan:

o Dengan garis hitam tipis

o Kata-kata tetap terbaca

o Ruang kosong dicoret atau dibubuhi garis sebagai penutup

d. Tambahan: menambahkan kata yang masih kurang

e. Dilarang:

o Menyisipkan

o Menghapus

o Menindih

f. Tempat penyelenggaraan perubahan dan tambahan

o Diisi akta

o Apabila telalu panjang, penambahan dapat dilakukan pada halaman tambahan yang dijahitkan pada halaman terakhir dengan mencantumkan nomor halaman yang meneruskan halaman yang sudah ada.

g. Penunjukan

o Dengan tanda-tanda yang biasa dipakai (dalam satu halaman tidak boleh sama)

o Dalam hal dilakukan penambahan halaman, menunjukkannya terhadap halaman tambahan, dilaksanakan dulu pada sisi akta. (penambahan atau perubahan dilakukan pada halaman perubahan disebutkan pada sisi akta tersebut)

h. Pengesahan perubahan tambahan dapat dilakukan dengan pencoretan

o Terhadap blangko akta yang tidak dipakai, pencoretannya tidak memerlukan pengesahan (paraf).

o Terhadap blangko yang salah coret (seharusnya tidak dicoret tetapi tercoret) dan kata-kata lain yang salah atau salah coret diperlukan pengesahan

o Biasanya, pengesahan dari penambahan atau perubahan hanya dilakukan dengan membubuhkan paraf oleh yang menandatangani akta. Pengesahan dilakukan dibawah perkataan-perkataan penambahan atau perubahannya.

C. Penutup Akta

1. Penulisan saksi-saksi instrumentair sama dengan penulisan saksi pengenal.

2. Penandatanganan akta

o Pihak pertama (termasuk suami/istri) yang menandatangani pertama kali di atas materai.

o Pihak Kedua

o Saksi

o PPAT

3. Syarat kelengkapan

o Memenuhi syarat kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam peraturan-peraturan dan memperhatikan pasal 39 (PP No. 24 tahun 1997, pasal 60,61 dan 76 PMNA No. 3 Tahun 1997).

o Pasal 24 ayat (1) No. 21 Tahun 1997.

o Pasal 2 ayat (2) (PP No. 48 Tahun 1994 jo. PP No. 27 Tahun 1997 jo PP No. 79 Tahun 1999).

o Syarat kelengkapan dalam pembuatan akta PPAT adalah syarat kelengkapan untuk pendaftarannya minus akta yang bersangkutan.

3.2.2 Prosedur Operasi dan Pelayanan dan Pengaturan Hak Jual Beli Tanah Di Kantor Pertanahan Semarang

Di Kantor Pertanahan Semarang, persyaratan jual beli tanah meliputi:

1. Surat Pengantar Dari PPAT

2. Surat Permohonan

3. Sertifikat asli

4. Akta jual beli dari PPAT

5. Identitas diri pemegang hak, penerima hak dan atau kuasanya (fotocopy KTP)

6. Surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan

7. Bukti pelunasan SSB BPHTB

8. Bukti pelunasan SSB Pph

9. SPPT PBB Tahun berjalan atau tahun terakhir, kalau belum ada SPPT perlu keterangan Lurah/Kepala Desa

10. Izin pemindahan Hak, jika:

a. Pemindahan hak atas tanah atau milik atas rumah susun yang di dalam sertifikat dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila telah diperoleh izin dari instansi yang berwenang.

b. Pemindahan hak pakai atas tanah Negara

11. Surat pernyataan calon penerima hak, yang menyatakan:

a. Bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan maksimum penguasaan tanah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah absente menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Bahwa yang bersangkutan menyadari bahwa apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada 11a dan 11b tersebut tidak benar maka tanah kelebihan atau tanah absente tersebut tidak menjadi obyek landreform.

d. Bahwa yang bersangkutan bersedia menanggung semua akibat hukumnya, apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada 11a dan 11b tidak benar.

3.2.2.1 Permohonan Pengukuran

Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 10 Tahun 1959 tentang peraturan Tanda-Tanda Batas Tanah Milik. Pejabat Pendaftaran Tanah (sekarang Kantor Pertanahan) melakukan pengukuran tanah-tanah milik yang akan dibuat surat ukurnya setelah batas-batas tanah tersebut dipasang dan ditunjukkan oleh orang yang berkepentingan. Memasang tanda batas ini dikerjakan atas tanggungan pemohon dan harus memasang di atas batas. Keberatan orang yang berkepentingan terhadap tanda batas yang dipasang diajukan ke Kantor Pertanahan.

Sebelum petugas ukur menuju ke lokasi (lapangan) perlu meneliti terlebih dahulu pada peta-peta yang ada agar tidak terjadi tumpang tindih dengan hak orang lain. Apabila terjadi sengketa batas, pengukuran tidak dilakukan sampai masalah tersebut diselesaikan. Untuk memudahkan pertanggungjawaban petugas ukur maka untuk hal ini seyogyanya dibuat Berita Acara agar tidak terlaksananya pengukuran. Prinsip ini dikenal dengan asas Contradictoire de Limitatie (seseorang tidak boleh memiliki tanah melebihi haknya).

Tanda batas (bentuk dan ukuran) telah ditetapkan yaitu harus berupa pipa/batangan besi, tugu dari tembok, batu dari beton atau batu dari cadas yang dipahat, botol yang berisi semen batu.

Untuk mengajukan permohonan pengukuran syaratnya adalah:

1. Mengajukan permohonan dengan mengisi dan menandatangani DI (Daftar Isian)

2. Memasang patok-patok.

3. Menunjukkan batas-batas tanahnya dan menandatangani penunjukkan batas.

4. Membayar biaya pengukuran

5. Menunjukkan bukti pemilikan tanah atau penguasaan tanah.

3.2.2.2 Pelaksanaan Pengukuran

Untuk keperluan pendaftaran hak, pengukuran bidang tanah dilaksanakan setelah selesai melakukan penetapan batas dan pemasangan tanda-tanda batas pada bidang yang dimohon.

Pengukuran bidang tanah dilaksanakan untuk menentukan posisi/letak geografis, batas, luas dan bentuk geometris bidang tanah untuk keperluan pendaftaran tanah atau untuk pelayanan DIK PPL bidang pengukuran.

Pengukuran untuk keperluan pendaftaran tanah dilaksanakan untuk pemetaan bidang tanah terhadap peta pendaftaran, peta bidang tanah, lampiran sertifikat (berupa surat ukur), dan terutama untuk mendapatkan data ukuran bidang tanah sebagai unsur pengembalian batas apabila karena sesuatu hal batas-batas bidang tanah tersebut hilang.

a) Persiapan pengukuran

Persiapan ini dilakukan di lokasi bidang tanah yang dimohon, meliputi:

1) Penunjukan batas bidang tanah.

2) Penetapan batas bidang tanah.

3) Penempatan/penanaman tanda batas.

4) Pemeriksaan ikat di lapangan.

5) Pengaturan alat ukur

b) Proses pengukuran

Dengan menggunakan metode triangulasi

1) Berkas permohonan

2) Diperiksa di Daftar Isian, Daftar Isian ini berfungsi:

a) Mengetahui pasisi tanah

b) Apa tanah sudah bersertifikat atau belum.

c) Letak tanah dengan ikatan permanen.

d) Dilaksanakan pengukuran dilapangan.

3.2.2.3 Sertifikat

Secara fisik, sertifikat terdiri dari:

a. Sampul luar

b. Sampul dalam

c. Buku tanah

d. Surat ukur

Dalam kenyataanya dimasyarakat yang sering disebut sertifikat ialah yang terdiri atas buku tanah dan surat ukur. Tetapi yang lengkap adalah disebut juga adanya sampul luar dan sampul dalam.

A. Yang Dibuktikan

Yang dibuktikan oleh sertifikat hak atas tanah adalah:

1. Jenis hak atas tanah

2. Pemegang hak

3. Keterangan fisik tentang tanah

4. Beban di atas tanah

5. Peristiwa hukum yang terjadi dengan tanah.

Jenis Hak

Dari sertifikat dapat diketahuai, apakah tanah tertentu yang tersebut didalamnya berstatus Hak Milik atau Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan atau hak Pakai atau Hak Pengelolaan. Dan berapa lama hak itu diberikan serta kapan berakhirnya (selain Hak Milik).

Sertifikat dikeluarkan hanya untuk tanah-tanah yang berstatus di atas. Sebab hanya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan yang sampai saat ini oleh peraturan perundang-undangan wajib didaftar dan dikeluarkan sertifikat. Berdasarkan pasal 19 PP No. 10/1961 Hak Tanggungan juga wajib dibuatkan sertifikat.

Kita dapat mengetahui jenis hak dalam sertifikat karena jenis hak ditulis di sampul dalam sertifikat dan di kolom pertama bagian atas dari buku tanah.

Pemegang Hak

Nama pemegang hak dapat dibaca dalam kolom kedua diatas dari buku tanah. Misalnya di sertifikat ditulis Fedy Nuril. Kalau Pemegang hak berganti, misalnya Fedy Nuril menjual tanah itu kepada Ayu Linyang, maka nama pemegang hak terdahulu dicoret oleh pejabat yang berwenang, dan kolom pencatatan peralihan hak ditulis Ayu Lintang sebagai pemegang hak, bisanya disebut dengan istilah balik nama.

Seandainya Fedy Nuril meninggal dunia maka nama Fedy Nuril dicoret diganti dengan nama ahli warisnya. Bila telah terjadi pembagian warisan dan tanah itu dibagikan kepada Aris Budiman maka dicatat dalam sertifikat Aris Budiman sebagai pemegang hak.

Begitu juga kalau ada hibah atau leleang. Pokoknya nama pemegang hak lama dicoret dan nama pemegang hak baru dicantumkan. Sehingga dari sertifikat selalu dapat diketahui siapa pemegang hak tanah yang disebut didalamnya. Apabila sudah terjadi jual beli tetapi belum didaftarkan di Kantor Pertanahan maka pemegang hak lama masih tercatat sebagai pemegang hak.

Pasal 22 ayat 3 PP No. 10/1961 mengandung perintah untuk segera mendaftarkan apabila ada peristiwa (antara lain) jual beli. Tetapi apabila pendaftaran itu dilalaikan, sanksi tegas tidak ada. Tetapi dalam praktek dapat merugikan si pembeli. Apabila sertifikat itu jatuh ke tangan penjual karena suatu sebab maka penjual dapat menjual tanahnya kepada pihak lain, maka pembeli akan mengalami kesulitan, karena di Kantor Pertanahan yang tercatat sebagai pemegang hak adalah si penjual.

Pembeli yang melakukan prosedur jual beli dan mendaftarkan balik nama sertifikat tersebut maka akan kuat posisinya apabila terjadi sengketadi kemudian hari.

Beban di atas Tanah

Dari sebuah sertifikat dapat diketahui, apakah ada tanggungan atau beban atas tanah tersebut. Misalnya di catat dalam sertifikat ada Hak Tanggungan (digunakan untuk jaminan hutang), atau ada Hak Sewa atau Hak Guna Bangunan. Apabila tanah tersebut disita atas perintah pengadilan maka didalam sertifikat juga terdapat catatan bahwa tanah tersebut disita.

Peristiwa yang Berhubungan Dengan Pertanahan

Semua peristiwa hukum penting yang berhubungan dengan tanah tertentu dicatat di dalam sertifikat oleh Kantor Pertanahan. Misalnya ada peristiwa jual beli, hibah, lelang, atau terjadinya beban-beban atas tanah tersebut dan penghapusannya.

B. Kekuatan Sertifikat

Di dalam sertifikat tertulis jelas jenis haknya, pemegang hak, keterangan fisik mengenai tanah, beban di atas tanah atau peristiwa hukum yang penting yang berhubungan dengan tanah tertentu. Semua data-data tersebut diisi oleh pejabat yang berwenang (Pejabat Kantor Pertanahan), maka data yang terdapat dalam sertifikat tersebut harus benar dan oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai bukti kepemilikan hak yang sah dan kuat.

C. Hal-Hal yang Perlu Dipastikan dalam Sertifikat

Sebelum sertifikat hak atas tanah diterbitkan oleh Kantor Pertanahan harus ada kepastian terlebih dahulu tentang apa-apa yang dibuktikan oleh sertifikat itu nantinya. Sebagaimana telah diuraikan di depan, maka sertifikat itu membuktikan: jenis hak atas tanah, pemegang hak, keterangan fisik tentang tanah, beban di atas tanah itu dan peristiwa hukum penting yang terjadi dengan tanah, dan sebelum sertifikat terbit semua itu harus dipastikan.

Dengan kata lain. Untuk pengeluaran sertifikat hak atas tanah harus dipastikan terlebih dahulu mengenai:

1. Status Hukum Tanah

2. Siapa pemegang hak

3. Ada atau tidak hak pihak lain

4. Datadata fisik mengenai tanah

Status Hukum Tanah

Yang perlu diketahui dan ditegaskan dalam status hukum tanah:

1. Kita harus dan perlu mengetahui status tanah itu sampai berlakunya UUPA (UU No. 5 Tahun 1960), yaitu mulai tanggal 24 September 1960.

2. Kalau hal diatas sudah jelas, maka perlu dipastikan pada tanggal 24 September 1960 itu, hak itu dikonfersi menjadi hak apa? Jawaban itu diperoleh dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan konversi (pasal I sampai IX UUPA).

3. kemudian harus diteliti apakah antara tanggal 24 September 1960 sampai saat ini terjadi peristiwa atau hal yang menyebabkan status tanah itu berubah.

Kalau tidak terjadi perubahan status, maka penegasannya akan mudah dan pasti. Tetapi kalau ada perubahan status, maka penegasannya tidak mudah dan sulit mencari kepastian.

Perubahan hukum itu misalnya:

a. Haknya hapus karena dicabut

b. Haknya dialihkan

c. Jangka waktu haknya habis

d. Menjadi tanah negara karena ketentuan-ketentuan pasal 21 (3), 26 (2), 30 (2) dan pasal 36 (2) UUPA.

Siapa Pemegang Hak

Hal-hal yang harus diselidiki untuk memperoleh kepastian dengan tujuan:

1. Apakah pemegang hak memenuhi syarat sebagaimana yang ditentukan dalam UUPA?

a. Apabila pemegang hak memenuhi syarat, maka akan diteliti lagi seterusnya, apakah antara masa 24 September 1960 sampai sekarang ada terjadi pemindahan hak, misalnya pewarisan atau jual beli. Harus ada kejelasan bahwa penerima hak itu memenuhi syarat atau tidak sebagai pemegang hak.

b. Apabila pemegang hak tidak memenuhi syarat, maka haknya telah dihapus. Misalnya Hak Guna Bangunan dipegang oleh warga Negara Asing (WNA). Warga Negara Asing (WNA) tidak boleh menjadi pemegang Hak Guna Bangunan, sehingga haknya telah dihapus sejak tanggal 24 September 1960.

2. Apakah ada perubahan status kewarganegaraan pemegang hak, sehingga kedudukan sebagai pemegang hak berubah. Misalnya seorang wanita Indonesia melakukan perkawinan dengan seorang laki-laki Warga Negara Singapura dan kemudian menjadi Warga Negara Singapura. Atau seseorang keturunan Tionghoa yang sebelum tanggal 24 September 1960 telah menjadi Warga Negara Indonesia. Bila semua hal di atas telah diperoleh kepastian maka dapat ditentukan siapa pemegang hak atas tanah tertentu.

Keadaan Fisik Tanah

Di dalam ukur dapat diketahui dengan jelas berapa panjang, lebar dan luas tanahnya, bentuk dan batas-batas tanah, keadaan tanah, letak tanah dan bangunan-bangunan yang ada diatasnya.

Ada kemungkinan untuk tanah tertentu sudah ada surat ukur berdasarkan peraturan atau ketentuan lama. Seiring dengan perkembangan jaman maka perlu diuji apakah keterangan dalam surat ukur masih sesuai dengan keadaan atau tidak, apakah tanah itu makin sempit atau makin luas, apakah batas-batasnya masih tetap atau sudah berubah.

Keadaan tanahnya, misalnya yang dulunya rawa-rawa sekarang jadi tanah kering. Perubahan keadaan tanah tersebut harus diperiksa kembali dan dibuatkan surat ukur baru apabila terjadi perubahan keadaan tanah. Kalau segala sesuatu tentang bidang tanah tersebut masih tetap, maka surat ukur yang lama masih bisa digunakan.

Surat ukur adalah kutipan dari peta pendaftaran, jadi pembuatan surat ukur harus berdasarkan peta pendaftaran, hal ini diatur dalam PP No. 10/1961, apabila tidak ada peta pendaftaran maka akan dibuatkan gambar situasi, yaitu hasil pengukuran dan penelitian atas bidang tanah tertentu. Sertifikat yang tidak dilampiri surat ukur tetapi dilampiri gambar situasi tersebut “sertifikat sementara”.

3.3 Pemecahan Hak Atas Tanah Untuk Perumahan Pada Perumahan GRIYA ELENG INDAH di CV ARYA KUSUMA ABADI

3.3.1 Ketentuan Pembangunan Suatu Perumahan

Berdasarkan keputusan tiga menteri yang terdiri dari Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perumahan Rakyat No. 648-348 Tahun 1992, No. 739/KPTS/1992 dan No. 09/KPTS/1992 yang isinya menyatakan bahwa pembangunan perumahan dan pemukiman diarahkan untuk mewujudkan kawasan dengan lingkungan hunian yang berimbang antara rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah dengan perbandingan dan kriteria tertentu sehingga dapat menampung secara serasi antara kelompok masyarakat dari berbagai profesi, tingkat ekonomi dan status sosial.

Perbandingan yang dimaksud berimbang dengan rasio 6 : 3 : 1, yang artinya disetiap perumahan pemukiman dibangun dengan aturan 6 (enam) atau lebih rumah sederhana, 3 (tiga) atau lebih rumah menengah dan 1 (satu) rumah mewah. Untuk pengertian rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah diatur dalam ketentuan umum bab I (satu) ayat yang 4 (empat) antara lain :

· Rumah sederhana adalah rumah yang dibangun diatas tanah dengan luas kavling 54 m2 sampai 200 m2 dan biaya pembangunan per m2 tidak melebihi dari harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerintah kelas C yang berlaku.

· Rumah menengah adalah rumah yang dibangun diatas tanah dengan luas kavling 200 m2 sampai 600 m2 dan biaya pembangunan per m2 antara harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerintah kelas C sampai A yang berlaku.

· Rumah mewah adalah rumah yang dibangun diatas tanah dengan luas kavling 600 m2 sampai 2000 m2 dan biaya pembangunan per m2 diatas harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerintah kelas A yang berlaku.

3.3.2 Bagaimana Penyediaan Tanah Tersebut

· Penyediaan kavling mendapatkan surat kuasa pihak ke dua dari pemilik tanah sebelumnya (pihak ke satu) untuk dijual kepada pihak lain (pihak ke tiga) foto copy surat kuasa terlampir.

· Mengajukan permohonan hak untuk pecah gambar situasi atau sertifikat kepada Badan Pertanahan Nasional kota Semarang atas nama pemilik atau yang memberi kuasa (pihak pertama).

· Pecah gambar situasi sertifikat luasnya tidak sama berdasarkan kemampuan pembeli secara kredit (foto copy). Sertifikat atau gambar situasi setelah dipecah terlampir) pembelian secara kredit dengan surat pengikatan jual beli dari notaris yang dituju (foto copy terlampir).

· Tanah induk tersebut mempunyai luas 3.002 m2 dan sudah dipecah menjadi 21 kavling dan luas kavlingnya masing-masing berbeda antara (70,72,85,90,92,95,100,130,140,160,165,200 dan 201 m2). Adapun sisa tanah setelah dikurangi oleh tanah yang sudah kavling digunakan untuk fasilitas umum (jalan).

· Tanah tersebut berstatus Hak Milik dan pengunaanya digunakan sebagai tempat tinggal.

3.3.3 Prosedur Pemecahan Hak Atas Tanah Untuk Perumahan

· Setelah pembelian kavling secara kredit telah lunas, dilanjut dengan akta jual beli antara yang diberi kuasa (pihak kedua) dengan pembeli (pihak ketiga) yang dibuat notaris yang ditunjuk.

· Berdasarkan akta jual beli tersebut, dilanjutkan pengajuan permohonan hak ke Badan Pertanahan kota Semarang untuk proses balik nama dengan syarat-syarat:

1. Pemohon hak atau yang diberi kuasa

2. KTP pemohon pihak pertama dan kedua

3. Akta Jual

4. SSB (Surat Setoran Bea) dan SSP (Surat Setoran Pajak)

5. SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Tanah) dan Pelunasan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

6. Sertifikat Asli

· CV Arya Kusuma Abadi membeli tanah Harry Saroso sudah berstatus Hak Milik dan tanahnya sudah menjadi tanah kering. Sehingga CV Arya Kusuma Abadi tidak mengetahui proses perubahan tanah tersebut dari tanah pertanian menjadi tanah non pertanian (tanah kering).

· Untuk biaya jual beli ditanggung penjual sedangkan untuk balik nama ditanggung pembeli.

· Tanah tersebut semua berstatus Hak Milik.

· Tanah tersebut digunakan konsumen sebagai tempat tinggal atau perumahan.

· Dan prosedur tersebut tidak menggunakan pengantar akta.

3.3.4 Kendala dalam proses pemecahan hak atas tanah

Penyedia kavling merasa kerja dua kali karena penjualan secara kredit, sehingga biaya yang dikeluarkan menjadi dobel.

Pertama, gambar situasi atau sertifikat diajukan pecah sekaligus, sesuai jumlah pembeli dengan luas masing-masing yang tidak sama, dan atas nama pemilik tanah (pihak pertama).

Kedua, setelah gambar situasi atau sertifikat pecah atas nama pemlik tanah (pihak pertama) secara keseluruhan (apabila kavling terjual habis) kemudian apabila ada pembeli yang sudah lunas ham diajukan untuk proses balik nama atau peradilan hak, sehingga proses menjadi dua kali.

Apabila ada pembeli yang membeli lunas atau cash, tidak bisa langsung mendapat sertifikat yang sudah di pecah walaupun mempunyai akta jual beli. Mengingat pembelian tidak serempak atau bersama-sama sehingga penyedia kavling baru bisa mengajukan pecah gambar situasi atau sertifikat setelah kavling semua terjual habis.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Dalam hal pemecahan hak atas tanah sangatlah memerlukan proses yang panjang dan lama maka dari itu masyarakat lebih cenderung membeli rumah yang langsung siap huni walaupun dengan harga yang mahal dan tidak dibangun oleh si pembeli itu sendiri.

2. Kantor pertanahan kota semarang kurang memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang prosedur serta persyaratan jual beli dan peninjauan teknis terhadap bidang tanah, dan juga pengarahan terhadap masyarakat tentang pentingnya pembuatan akta jual beli atas tanah oleh Notaris/PPAT dan kurang memberi pengarahan kepada Notaris/PPAT.

4.2 Saran

Dalam proses pertanahan untuk pembangunan perumahan sangat panjang dan dengan proses yang lama sehinga akan berdampak pada masyarakat atau pengembang yang ingin cepat memperoleh rumah atau tempat tinggal. Semoga dalam proses tersebut lebih dipercepat (kinerja para pegawai Kantor Pertanahan).